Selasa, 31 Maret 2009

Program Ruang dalam Perencanaan Rumah Sakit

Terdapat bukti yang cukup positif saat CABE (Commission for Architecture and Built Environment) mengumumkan hasil riset melalui telpon terhadap 500 perawat di London yang dilakukan sejak 12-27 Agustus 2003, yang menyatakan bahwa para perawat tersebut sangat menyadari bahwa desain Rumah Sakit dan lingkungannya berdampak langsung terhadap kecepatan kesembuhan pasien (patients recovery rate) dan terutama pada tingkat stress mereka. Hal lain yang juga diungkap dalam riset tersebut adalah sebagai berikut:
:: 91% Perawat dan 100% Dokter yang disurvey percaya, bahwa lingkungan rumah sakit yang sudah didesain dengan baik sangat berhubungan erat dengan tingkat kesembuhan pasien.
:: 90% Perawat dan 91% Dokter setuju bahwa bekerja di rumah sakit yang tidak didesain dengan baik, juga memberikan kontribusi yang tinggi terhadap peningkatan tingkat stress pasien.
:: 90% Dokter menyatakan bahwa sikap pasien lebih baik terhadap staf medik jika berada pada ruangan yang didesain dengan baik.
:: 79% Perawat percaya bahwa desain suatu rumah sakit berperanan penting pada perkembangan etos kerja karyawan.
:: 87% Perawat menyatakan bahwa rumah sakit yang didesain dengan baik akan sangat membantu mereka dalam menyelesaikan pekerjaan.
:: 99% Perawat dan 100% Dokter setuju bahwa mereka harus mengkonsultasikan kepada tenaga ahli yang tepat dalam menyelesaikan pokok permasalahan desain.
:: Tetapi hanya 44% yang menyatakan bahwa mereka tidak merasakan dampak apapun dari desain fisik bangunan rumah sakit.

Hasil riset tersebut hanya menegaskan saja penyataan Dr. Beverly Malone, Sekjen NRC (Royal College of Nursing),
”Para perawat pasti merasakan dampak desain lingkungan kerja mereka terhadap kinerja maupun terhadap kesembuhan pasien. Berjalan menyusuri koridor panjang dan dan merawat pasien setiap hari, dalam penghawaan bangunan yang buruk dan ruang rawat yang tidak didesain dengan baik, sangat berakibat negatif terhadap upaya pelayanan kesehatan yang profesional dan tidak kondusif bagi kesembuhan pasien.”

Pemrograman, sebagaimana kita ketahui, merupakan tahapan kedua dari keseluruhan proses perencanaan sebuah rumah sakit―tahapan pertama adalah studi kelayakan/feasibility study (Rosenfeld, 1981). Dan program ruang, merupakan salah satu proses yang cukup signifikan dari keseluruhan proses atau tahapan pemrograman. Sebagai seorang perencana rumah sakit ― baik seorang arsitek, maupun manajer rumah sakit (hospital administrator)― penguasaan operasional program ruang merupakan nilai mutlak yang tidak dapat ditawar lagi. Hal ini untuk menghindarkan ketidaksesuaian fungsi maupun besaran ruang yang kurang memenuhi kebutuhan standar sebuah rumah sakit.

Tabel berikut ini menunjukkan daftar bagian dari sebuah rumah sakit yang dapat membantu kita untuk memvisualisasikan ukuran/besaran ruang tiap-tiap bagian rumah sakit (Porter, 1982). Tabel ini hanya dapat digunakan untuk Fasilitas Kesehatan atau Rumah Sakit yang bukan merupakan Rumah Sakit Pendidikan.



Contoh penggunaan tabel diatas adalah sebagai berikut:
Anda merencanakan sebuah Rumah Sakit dengan kapasitas tempat tidur 50 buah. Maka, Luas Ruang untuk Radiologi adalah:
50 (TT) x 3.6 (m2) = 180m2 atau ruangan berukuran (contoh) 8x10m.

Beberapa catatan tambahan mengenai tabel diatas, adalah:

Luas/Besaran Ruang (gross) yang dibutuhkan adalah berdasarkan garis as dinding, serta merupakan penjumlahan dari Luas Ruang (net) ditambah ruang-ruang sisa (nonassignable areas). Ruang-ruang sisa termasuk ketebalan dinding partisi, sirkulasi vertikal dan horisontal, dan shaft. Untuk mengkonversi luas/besaran ruang kotor (gross) menjadi luas/besaran ruang bersih (net), biasanya digunakan koefisien 1.5-1.8.
Contoh:
Luas kotor Ruang Laundry adalah 1.08m2 (tiap bed yang disediakan RS)
Maka, Luas bersihnya adalah = 1.08 / 1.5
= 0.72m2

Dalam pemrograman dan perencanaan sebuah rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan, kebanyakan arsitek dan manajer rumah sakit menggunakan standar ini ditambah dengan sirkulasi untuk menentukan luas riil rumah sakit dan menentukan biaya untuk pengajuan sebuah proyek rumah sakit. Sehingga diharapkan produk perencanaan rumah sakit nantinya —baik masih berupa Master Program maupun Master Plan, atau bahkan ketika sudah memasuki tahap Design Development Plan― dapat dipertanggungjawabkan secara akademik maupun profesional dengan kualitas yang optimal.